Rasanya dari sekian banyak postingan gw, gw belum pernah mereview buku ya?
Baiklah, review buku gw yg pertama akan gw awali dengan mereview buku hariannya Kito Aya: 1 liter of tears.
Gw beli buku harian Kito Aya versi bahasa Indonesia ini sekitar dua tahun yg lalu di gramedia Lippo Karawaci, dan udah baca lebih kurang 3 kali. Gw bener-bener terharu membaca perjuangan Aya melawan penyakitnya. Kisah dalam diarinya ini lebih membuat gw terharu daripada dramanya. Saat nonton drama yg diperankan oleh pemeran pengganti dan beberapa modifikasi cerita aja gw nangis nontonnya, nah apalagi waktu gw baca ini buku harian yg ditulis langsung oleh Kito Aya, lebih kena banget deh!
Jauh berbeda dengan kisah dalam drama 1 liter of tears (ichi rittoru no namida) yg diselipi dengan kisah percintaan Ikeuchi Aya dengan Asou Haruto, dalam kisah hidup Kito Aya tidak terdapat kisah percintaan seperti itu.
Gw dan mungkin juga kebanyakan dari readers pasti udah menonton drama 1 liter of tears (ichi rittoru no namida) yg diangkat dari kisah hidup seorang gadis remaja usia 15 tahun yg menderita penyakit Spinocerebellar Ataxia yaitu sebuah penyakit degeneratif syaraf atau menurunnya fungsi syaraf yg disebabkan oleh rusaknya jaringan otak kecil (seperti yg terjadi pada Kito Aya) atau syaraf tulang belakang. Penyakit ini bukan disebabkan oleh virus, melainkan karena faktor genetik (keturunan), mutasi gen dan mungkin juga sebab lain. Hingga saat ini, penyakit ini belum dapat disembuhkan.
Kembali ke kisah hidup Kito Aya yg ia tuangkan ke dalam buku hariannya yg diterbitkan dengan judul 1 liter of tears. Buku harian ini dimulai sejak Aya merayakan ulang tahunnya yg ke 14 tahun dan yg Aya sebut sebagai awal masa remajanya. Aya juga mendapat kamar baru untuk ia tempati sendiri. Esok paginya Aya bangun di pagi hari dengan semangat baru kemudian membuat daftar kegiatannya untuk hari itu.
Lalu, Aya mengenalkan anggota keluarganya satu per satu. Dimulai dari Ayah, ibu, Aya, Ako (adik perempuannya yg berusia 12 tahun), kedua adik laki-lakinya yg berusia 11 dan 10 tahun, dan Rika si bungsu yg baru berusia 2 tahun.
Di usianya yg ke 15 tahun, Aya mulai menyadari adanya perubahan yg terjadi pada dirinya. Ia merasa semakin kurus, namun ia kira itu akibat ia sering lupa makan karena terlalu sibuk mengerjakan tugas dan PR sekolah. Aya berusaha keras mencari penyebabnya namun ia tidak berhasil menemukannya, ia ingin sekali agar bisa sedikit lebih gemuk.
Seperti hari-hari biasanya Aya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki karena jarak antara rumah dengan sekolahnya hanya beberapa ratus meter saja. Tapi, hari itu turun gerimis, Aya paling sebal jika harus berangkat ke sekolah saat hujan karena ia harus memegang tasnya yg berat hanya dengan satu tangan sementara tangan yg satunya lagi memegang payung. Tiba-tiba saat Aya sedang melangkah, ia merasakan lututnya melemah dan jatuh tersungkur. Dagunya beradu dengan jalan berbatu dan berdarah (kalian yg udah nonton dramanya pasti masih inget adegan ini). Aya pun bergegas kembali ke rumah.
Dan, seperti adegan dalam drama, ibu Aya pun membawa Aya ke dokter untuk memeriksakan lukanya.
Di sekolah, pada saat pelajaran olahraga, Aya merasa nelangsa karena hanya dia yg payah dalam olahraga.
Suatu malam, setelah selesai makan malam Aya segera beranjak hendak ke kamarnya di lantai atas, namun ibunya menahannya. Wajah ibunya serius sekali hingga Aya mengira kalau ibunya hendak memarahinya.
Ternyata ibunya menyadari ada perubahan yg aneh terjadi pada putri sulungnya itu. Aya jadi sering batuk-batuk dan jalannya juga jadi aneh. Oleh karena itu, ibunya mengajaknya untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Aya yg juga merasakan keanehan pada tubuhnya pun setuju untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di RS Universitas Negeri Nagoya.
Aya seringkali dicemooh oleh teman-temannya karena cara berjalannya yg aneh. Suatu ketika saat pelajaran olahraga, mereka disuruh berlari sambil melakukan passing basket. Aya pun menjadi tegang, karena ia tidak bisa melakukannya. Akhirnya Aya pun disuruh kembali ke kelas dan menunggu di dalam kelas selama jam pelajaran olahraga oleh guru olahraganya bersama seorang temannya yg lupa membawa baju olahraga.
Keiko said: Ya, kadang kita memang seringkali menilai orang lain tanpa berpikir dari sudut pandangnya.
Lalu, Aya lulus ujian masuk SMA negeri. Ibunya memberi beberapa nasihat untuknya sebagai pengantar sebelum masuk SMA.
Kemudian, Aya melakukan tes kesehatan lagi. Dan, kali ini Aya sudah menyiapkan beberapa catatan dan pertanyaan yg akan ia sampaikan pada dokter. Pertanyaannya adalah "sebenarnya aku sakit apa?".
Dokter menyarankan Aya untuk masuk rumah sakit saat libur musim panas.
Aya masuk rumah sakit pertama kali di usia 16 tahun. Di rumah sakit Aya sekamar dengan seorang ibu yg berusia 50 tahun. Setiap hari Aya harus menjalani serangkaian tes seperti EKG, EMG, rontgent, dan lain sebagainya. Dokter Yamamoto Hiroko yg menangani Aya mengatakan padanya bahwa mulai saat ini, Aya mulai menjalani terapi suntikan.
Saat melakukan pemeriksaan, Aya disuruh melangkah. Namun, anehnya saat kaki kanannya melangkah justru tangan kanannya yg ikut bergerak maju padahal seharusnya kan tangan kirinya.
Dokter Hiroko mengatakan bahwa mulai hari ini, Aya akan menjalani pemeriksaan bersama dengan seorang anak laki-laki yg memiliki penyakit yg sama dengannya. Dan, saat Aya pergi ke koridor, ia bertemu dengan seorang anak laki-laki, Aya menyebutnya Ken. Ken baru kelas 1 SD. Tubuhnya kurus dan wajahnya lugu. Dia sama sekali tidak keliahatan sedang sakit, Ken malah terlihat sangat riang. Aya mendoakan semoga anak itu lekas sembuh dalam hati. (kalau di dalam drama, Ken ini adalah pasien Ataxia dokter Mizuno sebelum Aya, yg sudah meninggal).
Seperti di dalam drama, Kito Aya memiliki dua orang sahabat. Sebut saja Yu dan Shin, yg selalu setia membantu Aya selama di sekolah.
Menjelang kenaikan ke kelas dua, ibu Aya meninjau sekolah luar biasa. Dan, setelah menimbang-nimbang akhirnya Aya setuju untuk pindah ke SLB. Sebelum masuk (pindah) ke SLB, Aya dibelikan kursi roda oleh ibunya. Dalam buku harian ini, Aya hampir tidak pernah menyeritakan ayahnya.
Di SLB masih ada saja teman yg menyindir Aya seperti seorang temannya yg bisa berjalan normal mengatakan padanya, "enak, ya, bisa naik kursi roda," tadinya Aya ingin membalas dengan berkata, "enak, ya, kalau bisa jalan," tapi saat itu ia sedang malas meladeni ejekan temannya itu.
Bahkan, ibu asramanya pun pernah berkomentar, "ke perpustakaan pakai kursi roda? Asyik, ya, Aya!". Aya kesal dengan ucapan ibu asramanya yg terkesan menyindir itu, padahal Aya kan tidak suka menggunakan kursi roda, Aya menggunakannya karena kakinya sudah tidak sanggup berjalan lagi.
Keiko said: Wah, wah, ngaco ya? Masa begitu sih sikap ibu asrama? Bukankah mereka seharusnya tau kalau SLB itu sekolahnya anak-anak yg memiliki kebutuhan khusus? Kenapa harus bersikap begitu sih? Aneh!
Menjelang usia 20 tahun, Aya benar-benar sudah tidak bisa berjalan lagi. Aya tidak sanggup jika harus menyampaikannya pada ibunya secara langsung. Oleh karena itu, Aya menulis surat pendek untuk ibunya yg berisi, "Ibu ... Aku sudah tidak bisa berjalan lagi. Meski aku berusaha berpegangan pada sesuatu, tapi tetap saja aku tak mampu berdiri."
Kemudian, Aya menyelipkan surat itu di bawah pintu kamar ibunya, karena Aya tak sanggup melihat wajah ibunya. Lalu, Aya merangkak menuju toilet. Saat hendak kembali ke kamar, tiba-tiba Aya merasa seperti ada orang di belakangnya. Aya berpaling dan melihat ibunya yg juga sedang merangkak di belakangnya. Melihat itu, Aya hanya bisa menangis. Dan, tangisnya makin menjadi saat ibunya memeluknya. (gw juga ikutan nangis loh, Aya chan).
Mulai chapter usia Aya 21 tahun, cerita melalui sudut pandang ibu Aya (Kito Shioka). Dan, ada juga catatan dari dokter Yamamoto Hiroko mengenai penyakit Spinocerebellar Ataxia dan Aya chan.
Dokter Hiroko adalah yg memberi saran pada ibu Aya agar buku harian Aya diterbitkan.
Akhirnya, Aya menutup mata untuk selamanya pada usia 25 tahun 10 bulan pada tanggal 23 Mei 1988, pukul 00.55.
Baiklah, review buku gw yg pertama akan gw awali dengan mereview buku hariannya Kito Aya: 1 liter of tears.
Gw beli buku harian Kito Aya versi bahasa Indonesia ini sekitar dua tahun yg lalu di gramedia Lippo Karawaci, dan udah baca lebih kurang 3 kali. Gw bener-bener terharu membaca perjuangan Aya melawan penyakitnya. Kisah dalam diarinya ini lebih membuat gw terharu daripada dramanya. Saat nonton drama yg diperankan oleh pemeran pengganti dan beberapa modifikasi cerita aja gw nangis nontonnya, nah apalagi waktu gw baca ini buku harian yg ditulis langsung oleh Kito Aya, lebih kena banget deh!
Jauh berbeda dengan kisah dalam drama 1 liter of tears (ichi rittoru no namida) yg diselipi dengan kisah percintaan Ikeuchi Aya dengan Asou Haruto, dalam kisah hidup Kito Aya tidak terdapat kisah percintaan seperti itu.
Gw dan mungkin juga kebanyakan dari readers pasti udah menonton drama 1 liter of tears (ichi rittoru no namida) yg diangkat dari kisah hidup seorang gadis remaja usia 15 tahun yg menderita penyakit Spinocerebellar Ataxia yaitu sebuah penyakit degeneratif syaraf atau menurunnya fungsi syaraf yg disebabkan oleh rusaknya jaringan otak kecil (seperti yg terjadi pada Kito Aya) atau syaraf tulang belakang. Penyakit ini bukan disebabkan oleh virus, melainkan karena faktor genetik (keturunan), mutasi gen dan mungkin juga sebab lain. Hingga saat ini, penyakit ini belum dapat disembuhkan.
Kembali ke kisah hidup Kito Aya yg ia tuangkan ke dalam buku hariannya yg diterbitkan dengan judul 1 liter of tears. Buku harian ini dimulai sejak Aya merayakan ulang tahunnya yg ke 14 tahun dan yg Aya sebut sebagai awal masa remajanya. Aya juga mendapat kamar baru untuk ia tempati sendiri. Esok paginya Aya bangun di pagi hari dengan semangat baru kemudian membuat daftar kegiatannya untuk hari itu.
Lalu, Aya mengenalkan anggota keluarganya satu per satu. Dimulai dari Ayah, ibu, Aya, Ako (adik perempuannya yg berusia 12 tahun), kedua adik laki-lakinya yg berusia 11 dan 10 tahun, dan Rika si bungsu yg baru berusia 2 tahun.
Di usianya yg ke 15 tahun, Aya mulai menyadari adanya perubahan yg terjadi pada dirinya. Ia merasa semakin kurus, namun ia kira itu akibat ia sering lupa makan karena terlalu sibuk mengerjakan tugas dan PR sekolah. Aya berusaha keras mencari penyebabnya namun ia tidak berhasil menemukannya, ia ingin sekali agar bisa sedikit lebih gemuk.
Seperti hari-hari biasanya Aya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki karena jarak antara rumah dengan sekolahnya hanya beberapa ratus meter saja. Tapi, hari itu turun gerimis, Aya paling sebal jika harus berangkat ke sekolah saat hujan karena ia harus memegang tasnya yg berat hanya dengan satu tangan sementara tangan yg satunya lagi memegang payung. Tiba-tiba saat Aya sedang melangkah, ia merasakan lututnya melemah dan jatuh tersungkur. Dagunya beradu dengan jalan berbatu dan berdarah (kalian yg udah nonton dramanya pasti masih inget adegan ini). Aya pun bergegas kembali ke rumah.
Dan, seperti adegan dalam drama, ibu Aya pun membawa Aya ke dokter untuk memeriksakan lukanya.
Di sekolah, pada saat pelajaran olahraga, Aya merasa nelangsa karena hanya dia yg payah dalam olahraga.
Suatu malam, setelah selesai makan malam Aya segera beranjak hendak ke kamarnya di lantai atas, namun ibunya menahannya. Wajah ibunya serius sekali hingga Aya mengira kalau ibunya hendak memarahinya.
Ternyata ibunya menyadari ada perubahan yg aneh terjadi pada putri sulungnya itu. Aya jadi sering batuk-batuk dan jalannya juga jadi aneh. Oleh karena itu, ibunya mengajaknya untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Aya yg juga merasakan keanehan pada tubuhnya pun setuju untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di RS Universitas Negeri Nagoya.
Aya seringkali dicemooh oleh teman-temannya karena cara berjalannya yg aneh. Suatu ketika saat pelajaran olahraga, mereka disuruh berlari sambil melakukan passing basket. Aya pun menjadi tegang, karena ia tidak bisa melakukannya. Akhirnya Aya pun disuruh kembali ke kelas dan menunggu di dalam kelas selama jam pelajaran olahraga oleh guru olahraganya bersama seorang temannya yg lupa membawa baju olahraga.
"wah, asyik ya bisa belajar sendirian di kelas," sindir seorang teman mereka.
Mendengar itu, Aya pun jadi naik pitam."kalau mau, kita tukeran aja! Tukeran badan aja sekalian! Dengan begitu, kamu akan paham seperti apa perasaanku!" sergahnya kesal.
Keiko said: Ya, kadang kita memang seringkali menilai orang lain tanpa berpikir dari sudut pandangnya.
Lalu, Aya lulus ujian masuk SMA negeri. Ibunya memberi beberapa nasihat untuknya sebagai pengantar sebelum masuk SMA.
Kemudian, Aya melakukan tes kesehatan lagi. Dan, kali ini Aya sudah menyiapkan beberapa catatan dan pertanyaan yg akan ia sampaikan pada dokter. Pertanyaannya adalah "sebenarnya aku sakit apa?".
Dokter menyarankan Aya untuk masuk rumah sakit saat libur musim panas.
Aya masuk rumah sakit pertama kali di usia 16 tahun. Di rumah sakit Aya sekamar dengan seorang ibu yg berusia 50 tahun. Setiap hari Aya harus menjalani serangkaian tes seperti EKG, EMG, rontgent, dan lain sebagainya. Dokter Yamamoto Hiroko yg menangani Aya mengatakan padanya bahwa mulai saat ini, Aya mulai menjalani terapi suntikan.
Saat melakukan pemeriksaan, Aya disuruh melangkah. Namun, anehnya saat kaki kanannya melangkah justru tangan kanannya yg ikut bergerak maju padahal seharusnya kan tangan kirinya.
Dokter Hiroko mengatakan bahwa mulai hari ini, Aya akan menjalani pemeriksaan bersama dengan seorang anak laki-laki yg memiliki penyakit yg sama dengannya. Dan, saat Aya pergi ke koridor, ia bertemu dengan seorang anak laki-laki, Aya menyebutnya Ken. Ken baru kelas 1 SD. Tubuhnya kurus dan wajahnya lugu. Dia sama sekali tidak keliahatan sedang sakit, Ken malah terlihat sangat riang. Aya mendoakan semoga anak itu lekas sembuh dalam hati. (kalau di dalam drama, Ken ini adalah pasien Ataxia dokter Mizuno sebelum Aya, yg sudah meninggal).
Seperti di dalam drama, Kito Aya memiliki dua orang sahabat. Sebut saja Yu dan Shin, yg selalu setia membantu Aya selama di sekolah.
Menjelang kenaikan ke kelas dua, ibu Aya meninjau sekolah luar biasa. Dan, setelah menimbang-nimbang akhirnya Aya setuju untuk pindah ke SLB. Sebelum masuk (pindah) ke SLB, Aya dibelikan kursi roda oleh ibunya. Dalam buku harian ini, Aya hampir tidak pernah menyeritakan ayahnya.
Di SLB masih ada saja teman yg menyindir Aya seperti seorang temannya yg bisa berjalan normal mengatakan padanya, "enak, ya, bisa naik kursi roda," tadinya Aya ingin membalas dengan berkata, "enak, ya, kalau bisa jalan," tapi saat itu ia sedang malas meladeni ejekan temannya itu.
Bahkan, ibu asramanya pun pernah berkomentar, "ke perpustakaan pakai kursi roda? Asyik, ya, Aya!". Aya kesal dengan ucapan ibu asramanya yg terkesan menyindir itu, padahal Aya kan tidak suka menggunakan kursi roda, Aya menggunakannya karena kakinya sudah tidak sanggup berjalan lagi.
Keiko said: Wah, wah, ngaco ya? Masa begitu sih sikap ibu asrama? Bukankah mereka seharusnya tau kalau SLB itu sekolahnya anak-anak yg memiliki kebutuhan khusus? Kenapa harus bersikap begitu sih? Aneh!
Menjelang usia 20 tahun, Aya benar-benar sudah tidak bisa berjalan lagi. Aya tidak sanggup jika harus menyampaikannya pada ibunya secara langsung. Oleh karena itu, Aya menulis surat pendek untuk ibunya yg berisi, "Ibu ... Aku sudah tidak bisa berjalan lagi. Meski aku berusaha berpegangan pada sesuatu, tapi tetap saja aku tak mampu berdiri."
Kemudian, Aya menyelipkan surat itu di bawah pintu kamar ibunya, karena Aya tak sanggup melihat wajah ibunya. Lalu, Aya merangkak menuju toilet. Saat hendak kembali ke kamar, tiba-tiba Aya merasa seperti ada orang di belakangnya. Aya berpaling dan melihat ibunya yg juga sedang merangkak di belakangnya. Melihat itu, Aya hanya bisa menangis. Dan, tangisnya makin menjadi saat ibunya memeluknya. (gw juga ikutan nangis loh, Aya chan).
Mulai chapter usia Aya 21 tahun, cerita melalui sudut pandang ibu Aya (Kito Shioka). Dan, ada juga catatan dari dokter Yamamoto Hiroko mengenai penyakit Spinocerebellar Ataxia dan Aya chan.
Dokter Hiroko adalah yg memberi saran pada ibu Aya agar buku harian Aya diterbitkan.
Terjemah: Aya umur 23 tahun >> Saat penyakit mulai menggerogoti tubuhnya, Aya tidak mampu menulis dan bicara lagi. Aya berkomunikasi dengan perantaraan papan tulis. |
Akhirnya, Aya menutup mata untuk selamanya pada usia 25 tahun 10 bulan pada tanggal 23 Mei 1988, pukul 00.55.
8 komentar:
wow...sedih banget...
bukunya masih ada yang jual nggak ya? pengen banget baca versi bukunya... :(
Sy Yudha. Sy sangat tersentuh oleh kisah Aya Kito. Sy ingin sekali memiliki buku & vcd/dvd filmnya (kalau bisa ori & text indonesia). Sayangnya beberapa toko buku yg
sy kunjungi tdk menjualnya lg. Bagi teman-teman yg memiliki akses & info mengenai keberadaannya, mohon bantuannya. Jika harus bekas pun akan sy beli. Bs kontak di
mailyudhaprakasa@gmail.com / 0818979084. SEKALI LAGI MOHON BANTUANNYA
Sis/gan bisa infoin novel versi inggrisnya.. saya butuh detail bukunya yg versi inggris.. pliist buat tugas
Yudha pernah tahu toko buku asing di plasa senayan msh jual versi inggrisnya, tp itu bbrp bln lalu, tdk tahu skrg msh ada atau tidak, maklum buku lama.
di indonesia apakah di jual buku tersebut?
jika di jual berapa harganya dan bisa di beli dimana??
Awalnya iseng2 download.. Gw nangis nonton dramanya... padahal jarang2 gw nonton film sedih ky gini.... tp emang nih cerita bener2 memotivasi bgt...
versi film dgn versi bukunya sedikit berbeda, di buku ceritanya lbh detail
aku barusan beli online bukunya,biar pun buku bekas tetapi msh bagus dan rapi, cek aja di buka lapak
Posting Komentar